13 April, 2010

Kita Ini Mahasiswa Cuy!



Oleh:
Rachmad Satriotomo (2008)
Kepala Departemen Kajian Strategis SM FEUI 07/08



Karena kami manusia, maka kami peduli
Karena kami mahasiswa, maka kami berdaya

Entah sudah berapa tahun yang lalu ketika kata-kata itu pertama kali saya dengar, mungkin saat itu kita masih usia SMP atau awal SMA. Secara tersirat kalimat diatas menunjukkan bahwa secara alamiah kita, sebagai individu, memiliki nisia (fungsi/jabatan dalam ekosistem) yang inheren (melekat sejak awal) dalam diri kita, yaitu sebagai seorang manusia. Kita juga memiliki nisia lain yang sifatnya inheren, misalnya sebagai seorang anak, teman dan lain sebagainya, yang tidak akan kita bahas disini. Di samping itu kita juga memiliki nisia yang sifatnya optional, dalam hal ini nisia kita adalah sebagai mahasiswa.


Dalam setiap nisia yang kita emban, kita dituntut untuk menjalankan fungsi dari nisia itu. Sebagai seorang manusia kita dituntut untuk menjalankan fungsi manusia. Fungsi manusia, jika kita berangkat dari teori penciptaan, tentunya harus sejalan dengan kehendak Sang Penciptanya. Apapun keyakinan kita, tentunya kita sependapat bahwa Sang Pencipta pasti menginginkan yang terbaik bagi semua ciptaan-Nya. Maka fungsi kita sebagai manusia tentunya juga harus sejalan dengan kehendak itu. Kita sebagai manusia dituntut untuk menciptakan kondisi yang terbaik bagi sesama kita, dengan kata lain kita dituntut untuk peduli pada kondisi manusia lain yang masih kekurangan. Peduli, itu kata kuncinya. Sifat yang sangat khas manusia.

Gerakan mahasiswa juga selalu berangkat dari kemanusiaannya itu, yaitu kepedulian atas kondisi sosial, politik dan ekonomi yang tengah berkembang. Tapi seperti yang kita tahu juga bahwa kepedulian saja tidaklah cukup untuk membuat perubahan. Ia mungkin membuat perbedaan, tapi tidak cukup kuat untuk membuat perubahan. Karena itulah mahasiswa harus berdaya, mahasiswa harus mensinergikan berbagai potensi yang ia punya melalui sebuah organisasi. Organisasi akan menyatukan berbagai energi, pemikiran, potensi dan berbagai kesempatan yang dimiliki mahasiswa. Inilah esensi dari berorganisasi, sekelompok mahasiswa yang terorganisasi akan memiliki emosi kolektif yang sama, terkoordinasi dan dapat melakukan sesuatu yang bermanfaat. Dalam terminologi Islam, Imam Ali bin Abi Thalib r.a. pernah berkata, “Bagaimanapun kekeruhan jama’ah, jauh lebih baik daripada kejernihan individu”.

Mahasiswa Sebagai Nisia Yang Unik

Salah satu alasan kenapa gerakan mahasiswa selalu ditakuti dan berpengaruh karena mahasiswa adalah nisia yang bebas dari kepentingan. Ketika para guru atau buruh berjuang menuntut peningkatan kesejahteraannya, maka gerakan mereka akan dipandang sinis karena hal itu terkait langsung dengan kepentingan mereka sendiri, ada conflict of interest disana. Berbeda jika mahasiswa yang menuntut perbaikan nasib guru dan buruh, gerakan itu akan dilihat sebagai gerakan moral. Gerakan mahasiswa juga mempunyai basis intelektual sehingga mampu menjangkau isu-isu yang biasanya tidak dimengerti oleh kebanyakan masyarakat serta memiliki legitimasi dan argumentasi yang kuat. Selain itu mahasiswa juga dinilai sebagai fresh generation yang terputus dari dosa masa lalu. Dengan kata lain mahasiswa memang memiliki kapasistas terbesar, disamping pers, dalam melakukan kontrol terhadap berbagai kebijakan pemerintah.

Posisi alamiah mahasiswa yang unik (bebas dari kepentingan, memiliki kapasitas intelektual dan “bebas dosa”) ini tidak dimiliki oleh berbagai nisia lain dalam masyarakat seperti militer, guru, buruh, pengusaha maupun birokrat. Menyadari posisinya yang tidak tergantikan dalam masyarakat, maka sudah seharusnya setiap mahasiswa peduli dan merasa bertanggung jawab atas fungsi kontrol yang semestinya diembannya itu, jika tidak maka jalannya negara ini akan pincang karena salah satu fungsi komponennya tidak berjalan.

Mestinya setiap mahasiswa berkata pada dirinya sendiri, “kalau bukan saya siapa lagi?”. Karena fungsi kontrol yang seperti ini memang khas hanya milik mahasiswa, jika kita tidak melakukannya maka tidak akan ada yang melakukannya. Setiap mahasiswa mestinya juga menyadari bahwa ”With great power comes great responsibility” bukanlah kata-kata yang ditujukan untuk Peter Parker saja, namun untuk kita juga, mahasiswa yang memiliki berbagai kelebihan dan kesempatan yang khas hanya milik mahasiswa. Yang mestinya menyadarkan kita juga bahwa ada tanggung jawab yang khas milik mahasiswa, yaitu fungsi kontrol yang tidak bisa dilakukan nisia lain.

Namun untuk dapat bergerak dan menyuarakan perubahan mahasiswa harus mampu mengalahkan ego pribadi dan menunjukkan kemanusiaannya, ia harus peduli. Maka menjadi penting bagi mahasiswa untuk berdiri di tengah-tengah masyarakat, melihat yang mereka lihat dan mendengar yang mereka dengar. Mahasiswa harus merasakan apa yang masyarakat luas rasakan, baru dapat berkata, “saya mengerti kalian, dan akan memperjuangkan kepentingan kalian”. Mahasiswa harusnya mau mengorbankan sedikit “waktu mainnya” dan menunjukkan kepeduliannya. Bagaimana tidak, kita ini begitu muda, ketika idealisme tengah berada di puncaknya, belum ada beban dan tanggungan. Apa sulitnya?

Shallow Truth Vs. Deep Truth

Salah satu hal yang akan berubah ketika seseorang menjadi mahasiswa adalah pola pikirnya. Dunia kampus yang begitu terbuka dan bebas akan memberikan pilihan pada setiap mahasiswa untuk menjadi siapapun. Disini setiap mahasiswa akan menemukan kecenderungannya dan memiliki pilihan untuk mengikutinya, berbeda dengan lingkungan sekolah yang banyak aturan. Begitu juga dengan kecenderungan pemikiran, ada yang nantinya akan memiliki mindset ekonomi capitalistic, socialistic, maupun Islamic. Sah-sah saja dengan semua itu, ini fakultas sosial tempat segala hal adalah debatable. Oleh karena itu yang terpenting adalah dari awal kita harus menyadari bahwa disini semuanya debatable, kita tidak harus mengikuti apa yang orang lain ikuti, bahkan dosen sekalipun.

Orang-orang filsafat mengkategorikan kebenaran menjadi dua, kebenaran dangkal (shallow truth) dan kebenaran dalam (deep truth). Kebenaran dangkal adalah kebenaran yang lawan kata dari itu pastilah salah. Misalnya jika kita mengatakan “matahari itu terbit dari timur”, maka lawan dari itu (matahari terbit dari barat) pastilah salah. Kebenaran dalam adalah kebenaran yang lawan kata dari itu belum tentu salah. Misalnya jika kita mengatakan, “hidup itu singkat”, maka lawan dari itu (hidup itu panjang) belum tentu salah.

Apa yang kita hadapi di sekolah (SD, SMP dan SMA) adalah shallow truth (bumi itu bulat, air mengalir ke tempat yang lebih rendah, dll), sedangkan yang kita hadapi di kampus adalah deep truth (pasar bebas itu baik untuk perekonomian, yang terpenting dalam ekonomi adalah pertumbuhan, dll). Di dunia kampus nilai-nilai kebenaran bisa menjadi sangat relatif, tergantung dari perspektif mana kita memandangnya. Walaupun hakikatnya, seperti kata Shinichi Kudo, “kebenaran itu selalu hanya ada satu”. Tetapi persepsi masing-masing orang tentang kebenaran itu akan berbeda, apalagi ini FEUI, tempat berbagai pemikiran ekonomi bertarung. Dosen bukanlah guru yang selalu benar, ia justru partner kita dalam mencari kebenaran. Ini bukan lagi sekedar masalah berapa nilai yang akan kita dapat dari sang dosen dengan mengikuti pemikirannya, tapi sudah menyangkut pilihan hidup yang akan kita jalani seterusnya.

Namun ada satu nasehat berharga dari seorang dosen yang pemikirannya selalu saya kritisi. Ketika saya berkata bahwa saya tidak setuju dengan pemikirannya yang terlalu market oriented, ia berkata, “Ini bukan untuk diyakini atau disetujui, hanya untuk dipahami lebih dalam”. Saya setuju dan berterima kasih atas nasehatnya itu, karena pada akhirnya pilihan memang ada di tangan kita. Kita tetap harus belajar tentang hal apapun, bukan untuk diyakini, tapi untuk menambah input ke dalam otak kita. Karena semakin banyak input, pasti akan semakin banyak hal untuk dipertimbangkan sehingga keputusan yang kita ambil pun akan semakin baik dan kuat.

Mudah-mudahan sedikit igauan dari saya ini kembali menyadarkan kita dari euphoria sesaat tentang niat kita ketika memasuki kampus ini dan menyandang nama mahasiswa. Semoga salam hangat dari saya ini mampu menyadarkan kita bersama atas fungsi yang mesti kita jalankan. “Ingat, kita ini mahasiswa cuy!”. Banyak hal yang menanti dan selamat datang di FEUI.


Ditulis Dalam Rangka Menyambut Mahasiswa Baru FEUI Tahun 2008



No comments:

Post a Comment