27 June, 2011

Poligami Bukan Sunnah!



Persoalan terbesar umat Islam saat ini adalah meyakini bahwa kondisi sosial, ekonomi, budaya, dan politik bangsa Arab pada tahun 600-an Masehi sebagai kondisi ideal yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Kebanyakan umat Islam selalu bertanya “dulu rasul gimana?” tanpa pernah bertanya “kalau rasul hidup di jaman sekarang beliau akan gimana?”. Umat Islam terjebak pada masa lalu dan tidak berani melangkah maju karena takut dianggap tidak sesuai dengan syariat Islam. Begitupun dengan poligami, tanpa lebih dulu mempertimbangkan manfaat dan mudharat poligami sebagian umat Islam akan langsung berkata setuju terhadap poligami. Kenapa? Karena itu sunnah, katanya. Menolak sunnah berarti dosa, masuk neraka. End of discussion.
Arab jahiliyah terbiasa punya istri belasan. Ayat tentang poligami itu secara konteks semangatnya justru membatasi, 4 saja, jangan lebih. Ketika ayat turun yang terjadi adalah menceraikan yang selebihnya, bukan justru menambah istri. Jadi, tidak sesuai dengan semangat awal untuk membatasi kalau ayat tentang poligami justru dipahami untuk menambah istri. Ahistoris juga.
Hukum asal poligami itu sunnah. Tapi hukum syariat itu bergeser sesuai situasi-kondisi. Lain orang bisa lain hukumnya. Contoh, haji. Wajib buat orang mampu, tapi jadi haram buat orang tidak mampu namun memaksakan diri sampai menelantarkan keluarga. Atau hukum asal puasa di bulan Ramadhan itu wajib, tapi bisa jadi haram bagi orang yang sakit sehingga puasa akan mengancam kesehatannya. Untuk ibadah utama yang menjadi rukun Islam seperti haji dan puasa saja hukum dapat bergeser, apalagi sekedar poligami.
Dan hukum poligami ini tidak hanya mempertimbangkan kondisi suami, tapi juga istri, anak, dan keluarga besar. Di ayat tentang poligami ditekankan tentang keharusan berbuat adil. Artinya apa? Jangan sampai menzhalimi. Kalau sebagian besar perempuan merasa sakit hati dan terzhalimi jika dimadu, maka hukum poligami bagi sebagian besar pasangan adalah haram, bukan sunnah.
Ada kaidah fiqh yang mengatakan “Menghilangkan mafsadat itu lebih didahulukan daripada mengambil sebuah maslahat”. Jadi kalau dengan poligami justru menzhalimi istri, anak, mertua, maka hukumnya bukan lagi sunnah, tapi bergeser jadi haram. Saat Ali ingin poligami, Nabi berkata, "Barang siapa menyakiti Fatimah, dia menyakitiku". Ditolak oleh Nabi. Jadi, jangan takut dianggap kurang shalihah jika perempuan menolak poligami.

*Opini diatas adalah pendapat pribadi, tidak ada hubungannya dengan Liverpool FC dan status penulis yang masih single (eeeaaa)

2 comments:

  1. Setuju banget maad....banyyak org yg nelen mentah2 tanpa mikir hukum2 turunannya..contohnya y itu mempertimbangkan mudharatnya...most of us have tendency no to think in the long term mad visit blog gw jg yak kkk

    ReplyDelete
  2. 99 persen wanita memang setuju dengan posting-an ini de.. Wkwkwk...

    ReplyDelete